Kamis, 31 Agustus 2023

SELEMBAR FOTO DAN MASA DEPAN

Adakah hubungan antara senyum Anda di selembar foto dengan masa depan Anda? Wallahua’lam.

Dacher Keltner dan Lee Anne Harker dari Universitas California, mempelajari 141 foto siswa senior dalam buku tahunan 1960 dari Mills College. Semua perempuan yang ada dalam selembar foto tersebut dihubungi oleh Peneliti pada usia 27, 43, dan 52 tahun. Mereka ditanya mengenai berbagai persoalan penting seperti pernikahan dan kepuasaan hidup mereka. Ketika Harker dan Keltner mewarisi penelitian itu pada tahun 1990, mereka bertanya apakah dari senyum tahun terakhir di sekolah itu bisa diperkirakan jalan kehidupan perkawainan para perempuan tersebut.

Dan hasilnya sangat mengejutkan, rata-rata perempuan dengan tipe senyum duchenne (senyum tulus yang identik dengan terangkatnya dua sudut mulut dan pipi secara bersamaan sehingga membuat sudut mata berkerut) lebih mungkin menikah, mempertahankan pernikahannya dan sekaligus mengalami kebahagiaan personal sampai 30 tahun kemudian. Ohya, indikator-indikator kebahagiaan ini diperkirakan dari semata-mata kerutan mata.

Dikutip dari buku Authentic Happiness karya Martin E.P. Seligman

Dikutip oleh: Rusdan, bukan siapa-siapa.

Share:

Minggu, 27 Agustus 2023

MONOPOLI KESUKSESAN & KEMULIAAN?

Salah seorang sastrawan dan pendidik bijak, Sayyid Ahmad al-Hasyimi, berkata dalam Diwan al-Insya’-nya,

“Bisa jadi, seorang individu merasa tidak sanggup untuk meniti jalan orang-orang besar atau menaiki tangga kemuliaannya. Seandainya saja ia tahu bahwa tekad yang kuat yang berpadu dengan semangat yang tinggi dapat mengantarkan pemiliknya menuju singgasana kemuliaan dan mendudukkannya di atas kursi kejayaan, maka pasti ia akan meniru para tokoh besar tersebut dalam karakteristik dan jerih payahnya. Ketahuilah, dengan berupaya menempuh jalan tersebut engkau akan memahami dengan baik cita-cita dan tujuan hidup tokoh besar itu. Keteladanan yang baik akan mencetak para tokoh besar. Tidak ada satu pun golongan atau kaum yang memonopoli kemuliaan dan kesuksesan. Oleh karena itu, janganlah mengira bahwa kemuliaan hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja dan tidak dapat menular kepada orang lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kemuliaan sebagai barang publik yang bisa dimiliki oleh siapa saja yang mencarinya. Setiap orang yang menempuh jalannya serta memahami lika-likunya dengan baik, maka orang tersebut pasti dapat meraih kemuliaan itu. Orang bahagia adalah orang yang menjadikan kemuliaan sebagai tujuan dan karakter dirinya.”

Thahir bin Husain, dalam bait-bait syairnya bertutur,

Jika engaku takjub akan sifat seseorang
Jadikanlah dirimu seperti sifatnya yang membuatmu takjub
Tidak ada penghalang yang merintangi kemuliaan
Jika engkau mendatangainya

Terjanglah berbagai rintangan dengan semangatmu yang membara. Tunggangilah kendaraan yang penuh dengan risiko. Tegakkanlah dirimu di atas karang kesabaran. Ikutilah jejak orang-orang terdahulu menuju keluhuran tanpa keraguan sedikit pun, maka niscaya engkau akan sampai pada tujuan dan cita-citamu.”


Dikutip kembali dari buku “Kisah Para Ulama Terdahulu Mengelola Waktu” karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.

Pengutip: Rusdan, bukan siapa-siapa.

Share:

Sabtu, 26 Agustus 2023

THE TAO OF ISLAM

CATATAN PEMBUKA
Versi lengkap buku The Tao of Islam karya Sachiko Murata diterbitkan oleh Penerbit Mizan pada Juni 1996, empat tahun setelah edisi Bahasa Inggrisnya terbit. Hingga Mei 2004 versi lengkap buku ini masih terus dicetak hingga 9 kali. Baru kemudian pada Desember 2022 karya Murata ini displit menjadi dua buku. The Tao of Islam: Tuhan dalam Pandangan Sufi adalah judul yang diberikan untuk Buku Kesatu. Sementara Buku Kedua, seperti dijanjikan oleh penerbit, akan difokuskan pada bahasan megenai Alam dan Manusia. Sejauh ini, setahu saya, Buku Kedua tersebut belum diterbitkan.

Meski buku The Tao of Islam karya Murata ini adalah buku terjemahan, namun kita tidak menemukan gangguan disebabkan jeleknya terjemahan. Kita seakan membaca karya penulis dalam negeri. Bahasanya mengalir dan yang terpeting Murata bukanlah ilmuwan kaleng-kaleng. Ia berhasil menjelaskan persoalan yang dipandang paling sakral dalam Islam dengan meminjam konsep Tao dalam tradisi China. Pokoe, The Tao of Islam is a recommended book.

Judul: The Tao of Islam; Tuhan dalam Pandangan Sufi (Buku Kesatu)
Judul Asli: The Tao of Islam: A Sourcebook on Gender Relationships in Islamic Thought
Penulis: Sachiko Murata
Penerjemah: Rahmani Astuti & M.S. Nasrullah
Penerbit: Mizan
Tahun Terbit: 2022
Klasifikasi: Tasawuf/Filsafat

 

TENTANG PENULIS
The Tao of Islam: Tuhan dalam Pandangan Sufi adalah karya terbaik Sachiko Murata. Ia menyelesaikan pendidikan strata satunya di kampung halamannya sendiri, tepatnya di Universitas Chiba, Jepang, dengan mengambil konsentrasi hukum keluarga. Selepas itu, ia sempat bekerja pada sebuah firma hukum di pinggiran kota Tokyo selama lebih kurang satu tahun. Kecintaannya pada dunia pendidikan membawanya terabang ke negara Iran untuk mempelajari hukum Islam lebih serius. Di negeri para mullah ini ia berhasil menyelesaikan S2 dan S3-nya.

Gelar Ph.D. diselesaikannya pada tahun 1971 di Universitas Teheran. Ia menulis disertasi Ph.D di bidang Sastra Persia dengan topik peran wanita dalam Haft Paykar, sebuah antologi puisi karya Nizhami. Di universitas ini ia sempat pindah ke Fakultas Teologi, dan ia menjadi wanita pertama sekaligus non-Muslim pertama yang terdaftar sebagai mahasiswanya.

Sementara gelar M.A.-nya di bidang hukum Islam berhasil ia tuntaskan pada tahun 1975. Seperti pengakuannya, tesis M.A.-nya mengkaji perihal nikah mut’ah lengkap dengan relevansi sosialnya, suatu ajaran yang sangat identik dengan syi’ah.

Pada tahun 1977, Murata memutuskan untuk menulis disertasi Ph.D. yang membandingkan antara ajaran Islam dan Konfusianisme tentang keluarga, namun sayang  tidak selesai karena keburu terjadi Revolusi Islam Iran yang melegenda itu pada 1979. Dalam masa itu, ia memanfaatkan waktu dengan mempelajari I Ching di bawah bimbingan Profesor Toshihiko Izutsu.

Semenjak tahun 1983, Murata mulai mengajar matakuliah studi agama pada Universitas Stony Brook Amerika Serikat. Selain itu, ia juga mengajar beberapa matakuliah yang beragam, mulai dari Pengantar Studi Jepang, Spritualitas Feminin dalam Agama-Agama Dunia, Budhisme Jepang, dan termasuk juga mengenai Islam dan Konfusianisme.

Dengan penghargaan dan pengakuan dari berbagai komunitas akademis, Sachiko Murata telah berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman global tentang Islam, perbandingan agama, dan budaya Timur. Karya-karyanya memainkan peran penting dalam mendorong dialog dan pemikiran lebih lanjut tentang kompleksitas dan keragaman dalam studi agama.

Baca juga ulasan: The Black Swan Taleb

THE TAO
Istilah Tao (juga dieja sebagai "Dao" dalam pinyin) berasal dari ajaran Taoisme, yang merupakan sistem filosofis dan spiritual yang berasal dari China. Konsep Tao adalah salah satu konsep inti dalam Taoisme dan memiliki makna yang dalam dan kompleks.

Secara harfiah, Tao dapat diterjemahkan sebagai "jalan" atau "cara". Namun, dalam konteks Taoisme, konsep ini mencakup lebih dari sekadar makna harfiah. Taoisme menggambarkan Tao sebagai prinsip dasar yang melandasi alam semesta dan mengatur alur segala sesuatu. Tao tidak dapat didefinisikan dengan kata-kata, tetapi dipahami sebagai kekuatan yang mendasari kehidupan dan alam semesta. Beberapa aspek kunci tentang konsep Tao dalam Taoisme meliputi: keseimbangan dan harmoni; sederhana dan alami; Wu Wei; dan keterhubungan dengan alam semseta.

Taoisme mengajarkan bahwa harmoni dapat ditemukan dengan mengikuti alur alami dan mengamati keseimbangan dalam segala hal. Kekuatan Tao mengarah pada keselarasan antara berbagai aspek kehidupan. Taoisme juga menekankan pentingnya sederhana dan kembali ke keadaan alami. Mengikuti alur Tao berarti menjalani hidup dengan cara yang alami dan sederhana. Sedang istilah "Wu Wei" berarti "tanpa tindakan" atau "tidak berusaha secara aktif." Dalam konteks Taoisme, Wu Wei mengacu pada cara hidup yang berjalan seiring alur alam, tanpa memaksa atau mempertahankan kehendak ego. Selain itu, konsep Taoisme juga mengajarkan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Dengan mengikuti alur Tao, manusia dapat hidup dalam keseimbangan dengan alam dan mencapai kebahagiaan yang dalam.

Baca juga ulasan: Self Theories Prof. Carol Dweck.

KOSMOLOGI DALAM ISLAM
Islam adalah din yang sempurna dan ajaran-ajarannya mencakup segala hal. Islam memiliki ajaran tentang kosmologi, walaupun tidak sepopuler ajaran kosmologi dalam filsafat China.

Kosmologi China menggambarkan alam semesta dalam batasan-batasan kerangka yang disebut yin dan yang, yang dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip eksistensi yang bersifat aktif (pria) dan reseptif (wanita). Yin dan yang digambarkan sebagai eksistensi yang merangkul satu sama lain dalam keselarasan, di mana perpaduan keduanya menghasilkan Sepuluh Ribu Hal, yaitu segala sesuatu yang ada. Simbol populer, Tai Chi atau disebut juga Tao, pada dasarnya menggambarkan yin dan yang sebagai sebuah gerakan dan perubahan yang konstan. Dalam fenomena tertentu, hubungan antara yin dan yang terus menerus mengalami perubahan. Oleh karenanya, seluruh jagad raya berubah setiap saat, tak ubahnya sungai yang mengalir. “Perubahan” atau I merupakan proses langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya terus menerus diciptakan. Yin dan yang melukiskan prinsip-prinsip perubahan sekaligus simbol bagi seluruh gerakan yang ada di jagad raya. Saat matahari terbit, maka bulan pun tenggelam. Saat musim semi tiba, maka musim dingin pun tiba. Dalam kata bijak Konfusius hal ini dinarasikan dengan “Bagaikan sebuah sungai yang mengalir, seluruh jagad raya terus-menerus mengalir tanpa henti, siang dan malam.” Dan jika harmoni antara yin dan yang sirna, maka secara otomatis jagad raya akan berhenti mengalir dan tidak akan ada sesuatu pun.

Sementara itu, kosmologi dalam Islam juga bertumpu pada konsep komplementaritas atau polaritas antara prinsip aktif dan reseptif, mirip (dalam batas-batas tertentu dapat disamakan) dengan konsep kosmologi dalam filsafat China.

Dalam Islam, dualitas kosmos pasti terkait dengan Dzat Allah, yang dikonsepsikan melampaui segala bentuk dualitas. Setiap Muslim sepakat bahwa eksistensi jagad raya bergantung pada Realitas tunggal ini. Karenanya, tidak ada realitas yang mendahului atau bersamaan eksis dengan Realitas tunggal ini. Ini serupa dengan tradisi China yang mengkonsepsikan bahwa sebelum ada yin dan yang, sudah ada terlebih dahulu Tai Chi atau Puncak Agung, dan sama sekali tak terdifrensiasi.

Kosmos dalam konsepsi Islam, terdiri dari 3 realitas dasar yang saling terhubung, yakni Allah, kosmos (makrokosmos), dan manusia (mikrokosmos). Ketiganya terjalin harmonis dengan Allah sebagai puncaknya dan sekaligus merupakan sumber yang menciptakan dua entitas yang berada di bawahnya. Ini karena, baik makrokosmos maupun mikrokosmos merupakan realitas-realitas derivatif atau turunan.

Istilah-istilah yang umum dipakai dalam sekian teks rujukan yang berkenaan dengan makrokosmos dan mikrokosmos adalah kedua kata tersebut merupakan terjemahan letterlijk dalam bahasa Arab atas term Yunani: al-‘alam al-kabir (alam besar) dan al-‘alam ash-shagir (alam kecil). Dalam banyak kesempatan, tidak jarang keutamaan ditekankan pada manusia, sehingga makrokosmos pun disebut manusia besar (al-insan al-kabir) dan sebaliknya mikrokosmos disebut manusia kecil (al-insan ash-shagir). Dengan begitu, istilah makrokosmos sebenarnya sinonim dari dunia atau kosmos, yang umumnya didefinisikan sebagai “segala sesuatu selain Allah.” Istilah makrokosmos (bukan kosmos) kerap digunakan untuk mengontraskannya dengan istilah mikrokosmos. Istilah yang disebutkan terakhir ini hampir pasti selalu merujuk pada manusia, yang dalam banyak segi oleh para filsuf digambarkan sebagai entitas yang melambangkan seluruh sifat/kualitas yang terdapat dalam diri Allah dan makrokosmos.

Dibandingkan dengan makhluk lainnya, manusia sedikitnya memiliki dua keistimewaan. Pertama, manusia merupakan totalitas dari keseluruhan, sedang makhluk-makhluk lainnya merupakan bagian-bagian (parsialitas). Manusia memanifestasikan seluruh sifat makrokosmos, sementara makhluk-makhluk lainnya memanifstasikan hanya sebagian sifat tertentu. Manusia diciptakan dalam citra Allah, sementara makhluk-makhluk lainnya hanya sebagai konfigurasi parsial dari sifat-sifat Allah.

Kedua, makhluk-makhluk lainnya memiliki trajektori (lintasan hidup) yang baku dan kaku serta tidak pernah menyimpang dari trajektorinya. Sebaliknya, manusia justru tidak memiliki sifat yang baku dan kaku karena mereka dapat memanifestasikan keseluruhan. Keseluruhan tentu saja tidak dapat didefinsikan karena ia identik dengan “bukan sesuatu” atau bukan sifat-sifat yang spesifik. Manusia adalah misteri, di mana hakikat puncaknya tidak diketahui secara pasti. Mereka harus mengalami sebuah proses yang memungkinkan dirinya menjadi apa yang seharusnya (das sollen). Dengan begitu, berbagai kemungkinan yang terbuka bagi manusia sebetulnya ditentukan oleh sifatnya yang tidak terdefinisikan. Jika seluruh kosmos, selain manusia, menduduki tempat khusus dan tidak akan mungkin menjadi selain dirinya, namun tidak demikian dengan manusia. Manusia, kendati memiliki kedudukan khusus dalam pandangan Allah, mengalami perkembangan dan perubahan dari sudut pandangnya sendiri. Kosmos tetaplah kosmos, kupu-kupu misalnya, meski bermatamorfosis tetaplah seekor kupu-kupu. Ia tidak akan berubah menjadi gajah, atau katak, atau yang lainnya. Begitu juga dengan makhluk lainnya. Namun manusia, bisa tetap menjadi manusia atau bahkan bisa berubah menjadi selain manusia.

Baca juga ulasan: Filosofi Teras

DUALITAS ILAHI 

Pengetahuan kita tentang Tuhan sangatlah terbatas, karena Dia sendiri tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu apa pun. Namun pada saat yang sama, kita juga bisa mengetahui sesuatu tentang diri-Nya, karena Dia dipersepsikan serupa dengan makhluk-makhluk-Nya. Karenanya kita memiliki perspektif ketakterbandingan (tanzih) sekaligus keserupaan (tasybih) pada dua tataran yang berbeda.
Pada tataran pertama, Allah digambarkan sebagai Dzat yang berbeda, yang tidak dapat diketahui secara mutlak dalam diri-Nya sendiri, dan di sisi lain ditegaskan sebagai Dzat yang bisa diketahui secara relatif melalui sifat-sifat-Nya. Sementara pada tataran kedua, melihat sifat-sifat yang dapat diketahui secara relatif, dan kemudian menegaskan sifat-sifat yang menyatakan ketakterbandingan dan keserupaan.

Penting ditegaskan bahwa dualitas (seperti tanzih dan tasybih) tidak mengimplikasikan pemisahan yang mutlak. Alih-alih terpisah, dualitas mengarah pada dua dimensi yang komplementer (saling melengkapi) dan kesalinghubungan dari suatu realitas tunggal.

Selain terjadi dualitas pada ke-tanzih-an dan ke-tasybih-an, pada diri Allah juga dipersepsikan terjadi dualisme, terutama pada sisi nama dan/atau sifat-Nya. Nama-nama Allah seringkali dibagi ke dalam dua kategori yang berlawanan, yakni nama-nama jamaliyyah (keindahan) dan nama-nama jalaliyyah (keagungan). Nama-nama keindahan menuntut Allah harus selalu dekat dengan makhluk-Nya, sehingga mereka pun merasakan kedekatan (uns) dengan-Nya. Sedang nama-nama keagungan ini mengharuskan Dia jauh dari makhluk-Nya sehingga mereka pun merasakan kehebatan (haibah)-Nya. Sementara kategori jamaliyyah lebih banyak berkaitan dengan sisi yin atau resepetif. Ini karena ia berhubungan dengan sifat-sifat “feminim”, seperti cinta, keindahan, dan kasih sayang. Di sisi lain, kategori jalaliyyah lebih banyak berhubungan dengan sisi yang atau aktif, karena ia berkaitan dengan sifat-sifat “maskulin” seperti dominasi, kekuasaan, dan kekuatan.

Masing-masing sisi dari ke-jalaliyyah-an dan ke-jamaliyyah-an ini saling melengkapi, karenanya tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Keindahan memiliki keagungannya sendiri, begitu juga sebaliknya, keagungan memiliki keindahannya sendiri. Kemurkaan mengandung sisi rahmat, dan rahmat tidak selalu bebas dari sisi kemurkaan.

Dualisme juga terjadi pada nama dan atau sifat-sifat spesifik Allah. Dia dipersepsikan sebagai Yang Maha Menghidupkan sekaligus Yang Maha Mematikan, Yang Maha Pengampun sekaligus Yang Maha Pendendam, Yang Maha Memuliakan sekaligus Yang Maha Menghinakan.

Setiap pasangan nama dan atau sifat ini berkaitan dengan kondisi yang berlawanan di kosmos, sebagian hidup sebagian lagi mati. Sebagian orang tidak dihukum di dunia hanya untuk menanggung penderitaan di akhirat kelak, sedang yang lain justru menanggung penderitaan di dunia demi memperoleh ampunan di akhirat. Sebagian rendah dan sebagain tinggi. Skema-skema ini tidaklah kaku melainkan sangat cair. Dalam skema Allah, manusia yang turun merendah dalam penghambaan pasti akan menanjak naik-meninggi melalui kekhalifahan.

Allah merupakan realitas hakiki dan mutlak, sedang alam atau kosmos merupakan realitas yang bersifat nisbi dan sekaligus derivatif. Oleh karenanya, Allah sangat berkuasa terhadap kosmos. Allah adalah yang, sementara alam atau kosmos adalah yin.

Allah mengendalikan kosmos dengan dua cara yang sesuai dengan 2 macam hubungan dasar antara Allah dan kosmos, yakni ketakterbandingan (tanzih) dan keserupaan (tasybih). Dalam pola hubungan pertama, semuanya berhubungan dengan nama-nama keagungan dan kekerasan (jalaliyyah). Sementara pada pola hubungan kedua berkaitan dengan nama-nama keindahan dan kelembutan (jamaliyyah). Dilihat dari sisi ini, Allah adalah yang sekaligus yin.

Baca juga ulasan: Sapiens Yuval Noah Harari

CATATAN PENUTUP
Dengan meminjam konsep Tao dalam tradisi China, Sachiro Murata menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan nama dan sifat Allah yang dikaitkan dengan kosmos. Murata berhasil menjelaskan hubungan sinergis yang bersifat polaritas-komplementaritas antara entitas Allah, alam semesta (makrokosmos), dan manusia (mikrokosmos).

Dalam buku ini, Murata menitikberatkan perhatiannya pada pandangan berbagai kelompok sufi dan filsuf. Pilihan pada dua kelompok ini dikarenakan mereka memiliki keluwesan dan kehalusan tersendiri dalam membahas soal-soal yang berkenaan dengan Allah dan alam raya (kosmos). Untuk memperkuat argumentasinya, Murata banyak mengutip pandangan para tokoh sufi dan filsuf, semisal Ibnu Arabi, Ikhwanus Shafa, Jalaluddin Rumi, al-Farghani, Abu Bakar al-Kalabadzi, Najmuddin Kubra, dan lainnya.


Reviewer: Rusdan, bukan siapa-siapa

Share:

Rabu, 23 Agustus 2023

MENGUNGKAP PESONA POLYMATH MUSLIM: INSPIRASI DARI MASA LAMPAU

 

Apa itu Polymath 

Polymath adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani polymathēs, yang berarti berpengetahuan banyak. Polymath adalah seseorang yang memiliki pengetahuan mendalam dan keterampilan yang luas dalam berbagai bidang ilmu, seperti sains, seni, humaniora, matematika, dan sebagainya. Mereka mampu berkontribusi dan berhasil dalam berbagai konteks dan tidak terbatas pada satu area spesifik.

Adakah Batasan Polymath?
Sejauh ini, tidak ada jumlah atau bidang ilmu tertentu yang secara pasti harus dikuasai untuk disebut sebagai polymath. Konsep polymath lebih mengacu pada kemampuan seseorang untuk memiliki pengetahuan mendalam dan keterampilan yang luas dalam berbagai bidang ilmu dan seni.

Seorang polymath biasanya memiliki pemahaman yang baik dalam beberapa bidang yang berbeda. Ini bisa mencakup ilmu pengetahuan, matematika, seni, sastra, musik, sejarah, filsafat, dan banyak lagi. Selain pengetahuan yang luas, polymath juga memiliki pemahaman mendalam dalam setidaknya satu atau dua bidang tertentu. Mereka bukan hanya sekadar mengenal konsep dasar, tetapi juga mampu memahami kompleksitas dan nuansa dari bidang tersebut. Selain itu, polymath seringkali memiliki kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang yang berbeda dan berpikir secara inovatif. Ini memungkinkan mereka untuk menghasilkan ide-ide baru yang mungkin tidak terlihat oleh ahli yang sangat terfokus pada satu bidang.

Baca juga: Seberapa penting memiliki perpustakaan keluarga?

Para Polymath Muslim
Dalam sejarah Islam, ada sejumlah tokoh yang memiliki kemampuan istimewa dalam berbagai bidang ilmu dan seni. Mereka dikenal sebagai polymath, individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam banyak disiplin. Keberhasilan mereka dalam memadukan pengetahuan lintas bidang telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan pemikiran di dunia Islam.

Para polymath Muslim telah memberikan sumbangan penting terhadap perkembangan pengetahuan dan budaya dalam Islam khususnya, dan dunia secara umum. Keberhasilan mereka dalam menggabungkan keahlian lintas bidang menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya. Dari Ibnu Sina hingga Al-Jahiz, mereka mengajarkan pentingnya memandang ilmu sebagai satu kesatuan yang dapat memberikan wawasan mendalam tentang alam semesta dan manusia. Dengan menghargai warisan mereka, kita dapat terus terinspirasi untuk mengembangkan pengetahuan lintas disiplin dan berinovasi dalam berbagai bidang.

Para polymath ini tidak jarang atau bahkan mungkin selalu diidentikkan sebagai figur yang hanya menguasai satu bidang ilmu. Padahal sebetulnya mereka adalah spesialis-generalis atau generalis-spesialis. Artinya, mereka cukup pakar pada satu bidang ilmu tertentu, namun sebetulnya mereka juga pakar pada bidang-bidang lainnya. Atau mereka pakar pada bidang-bidang secara umum, namun mereka lebih pakar lagi pada suatu bidang yang khusus. Ibnu Sina misalnya, berkat al-qanun fi attib-nya, ia lebih populer sebagai seorang yang ahli di bidang kedokteran, padahal ia juga pakar pada bidang filsafat, matematika, dan astronomi.

Dalam rumpun bidang ilmu syar’i semua ulama pendiri mazhab, termasuk juga penyokong setelahnya, sebetulnya adalah polymath. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Malik bin Anas dikenal sebagai pakar fikih dan pendiri mazhab fikih, padahal beliau berdua juga pakar pada bidang lainnya, seperti tafsir atau hadits misalnya. Imam Ahmad punya kitab khusus yang mengoleksi hadist-hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana sistematika penyusunanya unik, dalam sejarah dikenal dengan Musnad Imam Ahmad. Begitu juga dengan Imam Malik memiliki kitab hadits yang dikenal dengan al-Muwaththa’ yang kerap disejajarkan dengan kitab hadits yang ditulis oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim atau setidak-tidak penulis kitab sunan (ashabus sunan). Pada peroide berikutnya ada Imam Ibnu Katsir. Selama ini beliau dikenal sebagai pakar tafsir al-Qur’an, padahal beliau juga punya karya di bidang lainnya, salah satunya berjudul al-Bidayah wan Nihayah, sebuah kitab tentang sejarah yang cukup lengkap. Ini belum termasuk Kitab al-Fusul fi Shirah ar-Rasul. Kedua karya ini lebih dari cuku menempatkan dirinya sebagai ahli sejarah.

Di kalangan ilmuwan Muslim ada beberapa individu yang termasuk polymath, di antaranya:

  1. Ibnu Sina (Avicena) (980-1037). Ibnu Sina adalah seorang cendekiawan Persia yang dianggap sebagai salah satu polymath paling penting dalam sejarah Islam. Dia adalah seorang filsuf, dokter, ilmuwan, matematikawan, dan penyair. Karyanya yang paling terkenal yang melambungkan namanya adalah Kitab al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine), yang menjadi referensi utama dalam kedokteran di dunia Islam dan Eropa selama berabad-abad.
  2. Ibnu al-Haitham (965-1040). Di Barat Ibnu al-Haitham dikenal sebagai Alhazen. Ia adalah seorang ilmuwan dan polymath Muslim yang memiliki kontribusi dalam berbagai bidang termasuk optik, matematika, astronomi, ilmu alam, dan filsafat. Karyanya Kitab al-Manazir (Book of Optics) merupakan salah satu karya paling penting dalam sejarah optik. Ia melakukan penelitian dalam pembiasan cahaya, pantulan, dan pembentukan gambar, yang berdampak pada pemahaman modern tentang optik.
  3. Al-Farabi (872-950). Al-Farabi adalah seorang filsuf dan ilmuwan yang memiliki kontribusi dalam bidang filsafat, politik, musik, dan logika. Polymath ini juga dikenal sebagai Alpharabius dalam budaya Barat. Salah satu karyanya yang terkenal adalah al-Madina al-Fadilah (The Virtuous City), yang membahas konsep-konsep politik dan sosial.
  4. Ibnu Rusyd (Averroes) (1126-1198). Ibnu Rusyd atau Averroes dalam tradisi Barat adalah seorang filosof dan cendekiawan yang berfokus pada hubungan antara filsafat dan agama. Dia juga berkontribusi dalam bidang kedokteran, hukum, dan astronomi. Karyanya mempengaruhi pemikiran Barat melalui karya-karya terjemahan dan interpretasi yang memukau. Averroes juga dikenal karena interpretasinya terhadap filsafat Aristoteles dan upayanya untuk merangkum filsafat Yunani klasik dengan pemikiran Islam.
  5. Al-Biruni (973-1048). Al-Biruni adalah seorang cendekiawan Persia yang memiliki kontribusi dalam berbagai bidang termasuk astronomi, matematika, geografi, antropologi, dan farmasi. Karyanya yang terkenal mencakup Kitab al-Qanun al-Masudi yang membahas tentang astronomi dan matematika.
  6. Al-Kindi (801-873). Al-Kindi adalah seorang filsuf dan ilmuwan Arab yang memiliki kontribusi dalam matematika, musik, optik, dan kimia. Di Barat polymath ini dikenal sebagai Alkindus. Ia dikenal sebagai Bapak Filsafat Arab. Ini karena ia memiliki kontribusi yang sangat besar dalam menerjemahkan banyak karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab sekaligus menggabungkan elemen filsafat Yunani itu dengan pemikiran Islam.
  7. Omar Khayyam (1048-1131). Omar Khayyam adalah seorang matematikawan, astronom, dan penyair asal Persia. Selain kontribusinya dalam matematika dan astronomi, dia ternyata lebih dikenal sebagai sastrawan besar Arab berkat puisi-puisinya yang mendalam dan filosofis.
  8. Ibnu Khaldun (1332-1406). Ibnu Khaldun adalah salah seorang sejarawan, ilmuwan sosial, ekonom, dan filosof Arab. Karyanya yang paling terkenal dari polymath Muslim ini adalah Muqaddimah (Introduction) yang membahas tentang sejarah, sosial, dan teori politik, serta menyajikan konsep-konsep penting dalam ilmu sosial.
  9. Nasir al-Din al-Tusi (1201-1274). Al-Tusi adalah seorang matematikawan, astronom, dan filsuf Persia. Karyanya dalam bidang trigonometri dan astronomi memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan hingga kini.
  10. Ibnu al-Nafis (1213-1288). Ibnu al-Nafis adalah seorang dokter dan ilmuwan yang memiliki kontribusi dalam bidang kedokteran dan ilmu anatomis. Ia dikenal karena deskripsinya tentang sirkulasi darah di tubuh manusia, yang mendahului pemahaman modern tentang sistem peredaran darah. Selain kontribusinya dalam kedokteran dan ilmu anatomis, Ibnu al-Nafis juga memiliki minat dalam matematika dan ilmu alam.
  11. Ibnu Sahl al-Israili (936-1007). Ibnu Sahl adalah seorang ilmuwan Persia yang berkontribusi dalam bidang optik, matematika, kimia, dan kedokteran. Polymath Muslim ini menyumbangkan teori refleksi dan pembiasan cahaya, yang juga dikenal sebagai Hukum Ibnu Sahl. Karyanya juga termasuk pembahasan tentang cermin cembung dan pembiasan kaca. Ia juga memiliki sumbangan dalam kimia dan kedokteran.
  12. Al-Jahiz (776-869). Al-Jahiz adalah seorang cendekiawan Arab yang menulis tentang berbagai topik yang menempatkan dirinya sebagao polymath seperti biologi, zoologi, teologi, dan linguistik. Karyanya Kitab al-Hayawan (Book of Animals) membahas berbagai aspek kehidupan hewan termasuk perilaku dan karakteristiknya. Ia juga mengeksplorasi konsep dalam linguistik dan menyelidiki hubungan antara bahasa dan pemikiran.
  13. Ibnu Hazm (994-1064). Ibnu Hazm adalah seorang polymath asal Andalusia yang memiliki kontribusi dalam berbagai bidang termasuk teologi, filsafat, sejarah, dan sastra. Karyanya yang paling terkenal adalah al-Muhalla yang membahas hukum Islam. Ia banyak menulis berbagai karya mengenai teologi dan filsafat, termasuk buku yang membahas perbandingan antara agama-agama. Karyanya dalam sastra juga dikenal, dan ia berkontribusi dalam membentuk gagasan tentang etika dan moral.



Share:

Selasa, 22 Agustus 2023

SEBUAH AKHIR....

 


"Seseorang tidak akan berakhir pada saat ia dihancurkan. Namun ia akan berakhir jika ia sendiri yang berhenti”
Richard Nixon (Mantan Presiden AS)





Share:

YANG KEBANYAKAN ORANG PIKIR

 


“Kebanyakan orang berpikir bagaimana caranya mengubah dunia ini. Namun sangat sedikit sekali orang yang memikirkan bagaimana cara mengubah diri sendiri”

                                                                 Leo Tolstoy

Share:

Sabtu, 19 Agustus 2023

THE BLACK SWAN NASSIM NICHOLAS TALEB

 

CATATAN PEMBUKA
Saya sudah membaca hingga bab empat The Black Swan-nya Nassim Nicholas Taleb. Dan secara acak saya juga membaca beberapa bab setelahnya. Namun saya belum berani menyimpulkan topik utama buku ini. Di back cover memang diterangkan bahwa buku dengan dominasi warna kuning ini mengurai sesuatu yang oleh Penulisnya disebut black swan, yakni serangkaian peristiwa acak yang mendasari kehidupan kita, mulai dari fenomena buku-buku best seller yang tidak terpantau radar penerbit besar hingga berbagai bencana dunia. Salah satu contoh black swan adalah resesi keuangan yang menghantam dunia pada tahun 2008, di mana peristiwa itu sanggup merontokkan pasar modal beberapa negara.

Pada halaman 45, Taleb menegaskan gagasan utama buku ini, bahwa beberapa kejadian, mungkin sangat remeh, namun terbukti telah menghasilkan pengaruh yang sangat besar pada perjalanan sejarah di kemudian hari.

Jadi, sejauh ini saya memahami bahwa black swan tidak harus peristiwa besar. Bisa jadi ia adalah peristiwa kecil dan sangat lokal yang tidak dihiraukan oleh orang-orang, namun ternyata berdampak besar pada perjalanan sejarah manusia secara komunal. Black swan tidak pernah dipikirkan, tidak pernah direncanakan, tidak pernah diharapkan, tidak pernah terpantau radar para analis dan pakar, namun ketika itu terjadi dapat menimbulkan pengaruh yang sangat besar.

Baca juga ulasan: Optimis Rasional

3 CIRI UTAMA BLACK SWAN
Konsep black swan diambil dari pandangan bahwa di dunia ini, semua orang tahu bahwa seekor angsa adalah makhluk dengan bulu putih. Namun, jika kita tiba-tiba menemukan seekor angsa hitam, maka itu adalah sebuah peristiwa yang luar biasa langka dan tidak terduga. Analogi ini diaplikasikan pada dunia nyata, di mana peristiwa-peristiwa yang sangat jarang terjadi, seperti krisis keuangan global, bencana alam, atau inovasi revolusioner, dapat memiliki dampak besar yang tidak terduga.

Karenanya, suatu peristiwa agar dapat disebut black swan, catat Taleb haruslah memiliki tiga ciri, yakni kelangkaan, berdampak ekstrem, dan prediktabilitas yang retrospektif.

Kelangkaan berarti black swan merupakan peristiwa yang lain daripada yang lain. Sesuatu itu merupakan peristiwa yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi sebelumnya sehingga teramat sulit diprediksi.

Berdampak ekstrem maksudnya black swan itu punya pengaruh yang luar biasa bagi kehidupan pasca terjadinya. Black swan memiliki potensi untuk mengubah situasi secara dramatis dan bahkan dapat mengganggu tatanan yang ada. Ia sangat mungkin mengguncang kekuasaan, merubah struktur ekonomi, merevisi cara kita bertingkah laku, menciptakan ketakutan dan kekalutan, merusak kedamaian atau sebaliknya menciptakan kedamaian.

Sementara prediktabilitas yang retrospektif maksudnya ialah black swan selalu berkaitan dengan karakter khas manusia yang berupaya memprediksi suatu peristiwa justru setelah peristiwa itu benar-benar terjadi, bermodal beberapa petunjuk dan tanda yang sangat prematur dengan maksud agar peristiwa itu tampak dapat diterangkan dan diprediksikan.

Kombinasi unik antara prediktablitas yang rendah dan dampak yang ekstrem menjadikan black swan sebuah teka teki dahsyat yang di luar perkiraan seorang pakar sekalipun.

Dikaitkan dengan prediktablitas ini, kebanyakan kita bertindak seakan-akan kita sanggup meramalkan setiap peristiwa sejarah, atau bahkan yang lebih parah lagi seakan-akan kita sanggup mengubah arah sejarah.

Baca juga ulasan: Sapiens Yuval Noah Harari

BEBERAPA CONTOH BLACK SWAN
Ada beberapa peristiwa yang terjadi dalam sejarah yang dapat diidentifikasi sebagai black swan, yakni:

Krisis Keuangan 2008. Krisis keuangan global pada tahun 2008 adalah contoh klasik dari black swan. Meskipun ada beberapa indikator permasalahan dalam sektor keuangan, banyak orang dan lembaga gagal memprediksi skala dampak yang akan terjadi ketika krisis benar-benar meletus. Dampaknya ternyata sangat besar dan mempengaruhi perekonomian global.

Serangan 11 September 2001. Serangan teroris di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001 adalah contoh nyata dari peristiwa black swan di bidang kemanan dan militer. Serangan tersebut sangat tidak terduga dan berdampak besar pada kebijakan luar negeri, keamanan, dan ekonomi global.

Pandemi COVID-19. Munculnya pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020 adalah contoh aktual dari black swan di bidang kesehatan. Meskipun ada beberapa peringatan tentang potensi wabah penyakit, skala dampak global dari pandemi ini sulit diprediksi. Dan pandemi ini sendiri dapat mengubah cara hidup dan ekonomi di seluruh dunia.

Kebakaran Chernobyl. Ledakan reaktor nuklir Chernobyl pada tahun 1986 di Uni Soviet adalah contoh peristiwa yang sangat tidak mungkin terjadi di pembangkit listrik tenaga nuklir. Ledakan ini memiliki dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Krisis Finansial Asia 1997. Krisis finansial yang melanda beberapa negara Asia, tak terkecuali Indonesia pada tahun 1997 adalah contoh black swan dalam dunia ekonomi. Meskipun ada beberapa masalah ekonomi di beberapa negara, skala dan kecepatan penyebaran krisis ini tidak diprediksi dengan benar. Bahkan mungkin tidak ada pihak yang berpikir memprediksi kejadiannya.

ANTILIBRARY DAN ANTISCHOLAR
Pada awal-awal bukunya, Taleb mengkaitkan black swan dengan literasi, yakni sesuatu yang ia sebut antilibrary dan antischolar. Selengkapnya baca artikel di bawah judul Seberapa Penting Memiliki Perpustakaan Keluarga ini. 

CATATAN PENUTUP
Buku setebal 573 halaman, terdiri dari 19 bab ditambah 9 bab esai di bagian akhir ini diterbitkan oleh Gramedia pada Januari 2009, 2 tahun setelah edisi Bahasa Inggrisnya terbit untuk pertama kalinya. Dari Januari 2009-Desember 2022, buku ini telah dicetak sebanyak 11 kali.

Jadi, buku ini membutuhkan waktu tidak kurang 13 tahun hingga dicetak yang ke 11 kalinya. Barangkali buku ini juga merupakan salah satu contoh dari black swan itu sendiri.

Jujur, dengan ketebalan yang mencapai 573 halaman, saya merasa terlalu lelah membaca karya Taleb ini. Terlebih lagi Penulis terkesan bertele-tele dan membahas sesuatu dalam banyak sub bab yang tidak penting dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan pokok bahasan.

Namun harus dicatat bahwa nilai plus buku ini terletak pada gagasan pokok yang menegaskan bahwa dalam banyak peristiwa ada sesuatu yang disebut black swan yang mengarah pada deviasi dari kelaziman. Dan deviasi ini sangat menghentak dan pengaruhnya ternyata sangat luas.

Selamat Membaca!


Share:

MERDEKA BERLALU LINTAS DI HARI MERDEKA

 
Jum'at siang, 18 Agustus 2023, saat matahari terik menyilaukan mata, setiba di tikungan Ponpes al-Islahuddiny Kediri, saya harus melambatkan kendaraan. Bukan disengaja, tapi terpaksa. Satu lajur dari dua lajur jalan ini ditutup permanen untuk pengendara. Maka jadilah satu lajur harus dilalui oleh iringan kendaraan dari dua arah yang berbeda. Sudah pasti padat merayap. Jalan ini tidak terlalu lebar. Satu lajurnya paling cuman 3 meteran.

Saya berusaha memahami euforia kemerdekaan yang tengah dipertontonkan oleh iring-iringan karnaval anak sekolahan usia PAUD-TK di lajur sebelah. Mereka juga perlu didik sedini mungkin agar melek bahwa negerinya pernah dijajah oleh bangsa lain. Bukan sepuluh dua puluh tahun, melainkan ratusan tahun.

Yah, mungkin saya keliru mempertanyakan, kenapa mesti jalan umum yang selalu dijadikan sebagai ajang memamerkan euforia? Tidak adakah solusi lain, yang meski mungkin tidak win win solution, tapi setidakanya kita dapat menakar secara pasti bahwa mudaratnya sangatlah kecil. Saking kecilnya, sehingga tidak ada apa-apanya dibanding manfaat yang hendak disasar.

Kita perlu membuat simulasi kecil. Agar kita bisa berempati sedikit saja pada pengendara. Tujuan mereka jelas tidak satu. Sekarang bayangkan, salah satu dari iring-iringan kendaraan itu adalah mobil ambulance. Di dalamnya ada laki-laki tua, antara hidup dan mati, kritis sekali kondisinya, harus mendapatkan penanganan medis sesegara mungkin di Rumah Sakit Provinsi. Telat sedikit saja, nyawa taruhannya.

Pertanyaannya, dapatkah mobil ambulance itu menyibak kemacetan hingga bisa tiba di Rumah Sakit tujuan tepat sebelum laki-laki tua tadi mati mengenaskan.? Dalam kondisi jalan yang sempit, sisi jalan yang dipenuhi toko yang seakan menempel dengan jalan dan harus ditambah dengan tidak adanya area terbuka yang memadai, maka jawabannya hampir mustahil. Raungan serine ambulance hanya akan menambah pengap pengendara lain. Dan laki-laki tua itu bisa saja tidak mati karena penyakitnya, namun hampir dapat dipastikan ia akan segera mati kepanasan atau sebab lainnya.

Agustus 2023 ini, kita merayakan kemerdekaan negara kita yang ke-78. Namun cara-cara kita merayakannya tidak banyak berubah, itu-itu saja. Sebagian besarnya malah nirmanfaat. Cenderung merusak kenyamanan publik. Tidak produktif. Sudah saatnya kita berpikir lebih serius bagaimana merayakan HUT RI agar lebih bermakna dan bermartabat. Bukan sekadar karnaval baris berbaris yang tidak ada kaitannya dengan kemerdekaan. Agar merdeka bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga bagi orang lain. Agar merdeka mendatangkan manfaat bagi sesama, tanpa ada yang menangguk mudharat.

Dirgahayu negeriku.... Jayalah selalu. TERUS MELAJU UNTUK INDONESIA MAJU.


Share:

Jumat, 18 Agustus 2023

SEBERAPA PENTING MEMILIKI PERPUSTAAN KELUARGA?

 

Setahu saya, perpustakaan dalam sejarah manusia selalu dipandang sebagai barang mewah. Saking mewahnya tempat itu menjadi wilayah keramat yang tidak boleh disentuh oleh sembarang orang. Seakan membutuhkan ritual khusus untuk menjamahnya. Maka jadilah perpustakaan sama sepinya dengan kuburan. Angkernya juga sama, terlebih lagi dalam sebuah komunitas masyarakat yang tidak menghargai literasi.

Baca juga: Apa itu Literasi Digital?

Dalam sejarah, memang pernah ada masanya, perpustakaan menjadi tempat nongkrong yang asyik. Diskusi ilmiah menjadi budaya. Penulis diberi tempat yang terhormat. Para penyalin buku mendapatkan bayaran yang fantastis atas jasa-jasanya. Dan buku menjadi barang berharga dalam makna yang sebenarnya. Konon katanya, harga sebuah buku setimbangan emas. Jika berat buku 100 gram, maka ia akan dibayar dengan emas seberat 100 gram juga. Pada era kejayaan Islam, kekhalifahan Bani Abbasiyah pernah memiliki perpustakaan besar yang sangat terkenal bahkan hingga kini, Baitul Hikmah yang secara bahasa berarti rumah kebijaksanaan.

Namun naifnya, perpustakaan, terutama perpustakaan pribadi selama ini oleh orang-orang sekitar seakan haruslah merepresentasikan intelektualitas pemilikinya. Artinya, buku yang berjejer rapi di perpustakaan pribadi tadi harus dibaca, dipahami, dan mungkin juga diamalkan petuah-petuahnya oleh pemiliknya sendiri. Titik. Karena hanya dengan cara itulah intelektualitas dapat dipupuk.

Tuntutan semacam itu, terutama dalam hemat saya, terlalu berlebihan dan sangat membebani. Buku tetap saja buku. Setiap orang punya alasan sendiri-sendiri untuk mengoleksi buku. Bisa dengan niatan untuk diwariskan kepada anak cucu, dipajang di ruang keluarga atau mungkin untuk mempercantik ruang tamu. Atau mungkin yang paling sarkas, ikut serta membantu penulis dan penerbit buku agar tetap hidup di era disrupsi digital ini.

Pernyataan ini jika tidak dipahami dengan baik sangat mungkin menimbulkan kesalahpahaman. Sebab, secara zhahir terlihat ada kontradiksi antara ide bahwa perpustakaan yang sepi dengan keharusan memiliki perpustakaan meski tidak dibaca. Asumsi saya jelas, buku yang dibeli meski mungkin tidak dibaca habis, lebih dari cukup untuk menggabarkan orang tersebut cinta literasi. Sekiranya orang tersebut tidak punya budaya literasi yang kuat, mustahil rasanya ia kepikiran membeli buku, baik untuk diri sendiri terlebih lagi untuk orang lain.

Baca juga: Jejak Literasi di Indonesia

Kembali ke tema pokok pembicaraan, seberapa penting memiliki perpustakaan keluarga?

Dari urain ringkas di atas, sedikit banyak pertanyaan itu sudah terjawab. Perpustakaan itu penting. Buku itu penting. Membaca buku itu penting.

Pada Bagian Satu, halaman 1 di bawah judul Umberto Eco’s Antilibrary, Nassim Nicholas Taleb dalam buku The Black Swan menceritakan salah seorang tokoh penting dunia, Umberto Eco, yang memiliki koleksi buku pribadi hingga 30.000 judul.

Eco, kata Taleb, membagi pengunjung perpustakaan pribadinya menjadi dua kelompok, yakni satu kelompok yang bereaksi dengan berujar, “Wow! Signore professore dottore Eco,” yang kurang lebih maksudnya “hebat sekali perpustakaan yang Anda miliki! Berapa banyak di antara buku ini yang telah Anda baca?”

Sementara kelompok kedua adalah sekelompok orang, yang sayangnya jumlahnya sangat sedikit, yang sangat paham bahwa sebuah perpustakaan pribadi bukan aksesoris pelengkap untuk menaikkan suatu gengsi pemiliknya, melainkan instrumen untuk melakukan penelitian. Maka dalam hal ini, Taleb menekankan satu hal yang saya pribadi terpaksa sepakati bahwa “Buku-buku yang telah dibaca memiliki nilai yang jauh lebih rendah daripada buku-buku yang belum dibaca.” Pernyataan ini sebenarnya mengarah pada himbauan bahwa perpustakaan haruslah berisi sebanyak mungkin yang tidak kita ketahui sama seperti informasi mengenai keuangan, yang tidak harus kita kuasai seluruhnya, namun dapat kita ketahui saat diperlukan. Sekumpulan buku yang belum dibaca atau bahkan yang sama sekali tidak dibaca ini, oleh Taleb disebut sebagai antilibrary.

Nah, inilah biang masalahnya, kita cenderung memperlakukan pengetahuan kita sebagai hak milik pribadi yang harus selalu dilindungi dan dipertahankan walau bagaimana pun caranya. Pengetahuan ini seakan harus selalu mendiami wilayah otak-memori kita yang abstrak. Tidak boleh bocor. Tidak boleh merembes. Kita jadikan ia sangat ekslusif dalam makna yang negatif. Pengetahuan tak ubahnya seperti ornamen statis yang memungkinkan kita naik status ke posisi yang lebih terhormat. Yang semuanya adalah semu adanya.

Kita perlu mendesain diri kita sebagai antischolar, yakni sosok yang berkonsentrasi pada buku-buku yang belum dibaca sekaligus berusaha memperlakukan pengetahuan bukan sebagai harta karun pribadi atau hak milik pribadi yang ekslusif, atau bahkan sesuatu yang dipandang dapat meningkatkan harga diri.

Ilmu pengetahuan harus dibagiajarkan secara proaktif. Karenanya dalam agama kita mengenal satu ajaran yang sangat elegan tiada tara yang memungkinkan ilmu terus lestari, bahwa diriwayatkan,

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka akan diberikan untuknya di hari kiamat sebuah penutup mulut dari api neraka.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan al-Hakim).

Share:

Rabu, 16 Agustus 2023

REVIEW BUKU OPTIMIS RASIONAL MATT RIDLEY


OVERWIEW BUKU
Buku Optimis Rasional diterjemahkan secara letterlijk dari buku The Rational Optimist: How Prosperity Evolves karya Matt Ridley. Versi bahasa Inggrisnya pertama kali diterbitkan pada tahun 2010. 10 tahun kemudian, tepatnya tahun 2020, buku setebal 434 ini diterjemahkan sangat baik ke dalam Bahasa Indonesia oleh Zia Anshor dan diterbitkan oleh Penerbit Gramedia. Buku berkategori Social Sciences ini dijual dengan harga Rp. 128.000. Selain versi cetak, buku ini juga tersedia dalam format digital dengan ISBN: 978-602-06-4726-5.

Buku ini terdiri dari 11 bab utama dengan 1 tambahan bab pembuka atau prakata oleh penulisnya. Di bagian akhir dari buku ini penulis melampirkan catatan-catatan dan daftar referensi yang dapat diacu lebih lanjut. Dalam buku ini penulis menggabungkan data dan fakta dengan kisah-kisah sejarah yang menarik, membuat buku ini dapat dinikmati oleh pembaca yang tidak memiliki latar belakang sains yang kuat.

Penulis menerangkan bahwa secara umum buku ini mengulas perubahan-perubahan pesat yang berkesinambungan dan terus-menerus yang dialami masyarakat manusia, yang mana hal itu tidak terjadi pada hewan. Jika pada empat buku sebelumnya Penulis mengurai betapa manusia sangat mirip dengan hewan, maka di buku ini ia menguraikan fakta sebaliknya, bahwa manusia sangat berbeda dengan hewan apa pun juga.

TENTANG PENULIS
Matt Ridley adalah seorang penulis, jurnalis, dan ahli ilmu biologi yang terkenal karena karyanya yang meliputi berbagai topik, termasuk sains, evolusi, ekonomi, dan lingkungan. Ia lahir pada 7 Februari 1958 di Inggris, belajar di Eton College dan kemudian mendapatkan gelar BA (Hons) dalam zoologi dari Universitas Oxford.

Salah satu buku terkenal Ridley adalah "The Red Queen: Sex and the Evolution of Human Nature" (1993), di mana dalam buku ini ia mendiskusikan proses evolusi dan psikologi manusia dengan menggunakan analogi alamiah. Buku ini mendapatkan pujian karena menggabungkan sains dan narasi yang menarik. Barangkali salah satu buku paling terkenalnya adalah "The Rational Optimist: How Prosperity Evolves" yang edisi Indonesianya tengah kita bedah ini. Buku ini mengadvokasi pandangan optimis tentang perkembangan manusia dan kemajuan ekonomi, serta pentingnya inovasi dan perdagangan dalam memajukan masyarakat.

Salah satu ciri khas karya-karya Ridley adalah pendekatannya yang interdisipliner, menggabungkan berbagai bidang seperti biologi, ekonomi, sains, dan sejarah dalam pemikirannya. Dalam hal ini ia dapat disejajarkan dengan Yuval Noah Harari.
Ridley telah berbicara tentang isu-isu lingkungan dan perubahan iklim. Ia memiliki pandangan skeptis terhadap pendekatan yang mendominasi dalam perdebatan tentang perubahan iklim. Pandangan ini dieksplorasi dalam bukunya "The Lukewarmer's Way" (2020).

Karya-karya Ridley, terutama pandangan skeptisnya tentang perubahan iklim, telah menjadi kontroversial dan mendapat kritik dari beberapa kalangan ilmuwan dan aktivis lingkungan. Namun, ia juga memiliki pendukung dan penghargaan atas kontribusinya dalam popularisasi sains.

Kecuali itu, Ridley adalah seorang kolumnis tetap untuk The Times dan memiliki kontribusi dalam media lainnya. Di samping itu, ia pun menjadi kontributor untuk Wall street Journal, Economist dan Times of London. Ia juga tampil dalam acara radio dan televisi, membahas berbagai isu sains dan lingkungan.

Buku-buku Ridley telah terjual lebih dari 1 juta eksemplar di seluruh dunia serta diterjemahkan ke dalam 30 bahasa dunia. Di antara bukunya yang mendapatkaan sambutan meriah dari berbagai tokoh dunia adalah Genom. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit Gramedia.


Baca juga ulasan: Sapiens Yuval Noah Harari

ARAH BUKU
Optimis Rasional menyatakan bahwa dunia yang kita diami ini akan segera keluar dari berbagai krisis yang menghadang, karena cara pasar barang, jasa, dan gagasan membuat manusia dapat bertukar dan berspesialisasi secara jujur untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.

Buku ini, sebagaimana yang diakui penulisnya, tidak dimaksudkan untuk mencaci maki segala jenis pasar, melainkan penelitian mengenai bagaimana proses pertukaran dan spesialisasi di pasar ternyata lebih tua dan lebih adil daripada yang dipikirkan mayoritas orang. Dan ini sekaligus memberi alasan yang kuat untuk terus merawat optimisme menyangkut masa depan umat manusia. Kecuali itu, buku ini juga mengurai hal-hal yang berkenaan dengan manfaat perubahan dari masa ke masa.

Buku ini disebut optimis rasional karena beberapa hal. Kita sampai ke optimisme bukan melalui temperamen atau mungkin naluri, melainkan dengan melihat bukti-bukti. Kemajuan umum yang berhasil dicapai manusia itu baik, bahwa dunia adalah tempat yang baik untuk didiami, bahkan dalam masa resesi atau krisis sekalipun. Dunia juga menjadi lebih kaya, lebih makmur, dan lebih sehat.

PERKAWINAN AKAL BUDI
Sejauh yang dapat saya tangkap, poin terpenting yang bisa dikatakan sebagai gagasan utama dalam buku ini adalah terjadinya evolusi pada peradaban dan sosial manusia. Di sini Ridley menegaskan bahwa seleksi alam juga terjadi, bukan hanya pada gen manusia, namun juga pada gagasan yang melahirkan budaya. Dan habitat gagasan adalah otak manusia. Asumsinya adalah bila suatu ciptaan diam-diam menyebar melalui proses peniruan yang melibatkan otak manusia secara kumulatif, maka hal ini dapat disebut sebagai evolusi sosial budaya. Dalam koteks ini, tegas Ridley, pada suatu saat sebelum seratus ribu tahun yang lalu, budaya mulai berevolusi dalam cara yang tidak pernah terjadi pada spesies lainnya, yakni dengan bereplikasi, bermutasi, bersaing, menyeleksi, dan berakumulasi, persis seperti apa yang dilakukan gen selama miliaran tahun. Seperti seleksi alam yang membangun mata sedikit demi sedikit, evolusi budaya manusia juga terjadi sedikit demi sedikit secara kumulatif dalam jangka waktu yang panjang.

Namun evolusi budaya yang terjadi pada manusia itu tidak orisinil dan tidak banyak membantu. Ridley menegaskan bahwa peniruan dan pembelajaran saja tidak cukup, meski dipraktikkan secara bernas dan cernas. Dan jika hanya mengandalkan kedua metode ini, maka budaya manusia bakal stagnan. Budaya berubah menjadi kumulatif saat gagasan-gagasan bertemu dan melakukan kawin silang. Pencipta rel kereta api bertemu gagasan dengan pencipta lokomotif, meski mungkin via pihak ketiga. Begitu juga dengan kertas dan percetakan, roda dan baja, internet dan telepon gemgam, tembaga dan timah, batu bara dan turbin, perngkat lunak dan perangkat keras, saling bertemu dan melakukan kawin silang.

Di bidang ekonomi, evolusi juga terjadi melalui seleksi alam yang ketat. Melalui pertukaran, manusia menemukan pembagian kerja yang mengarah pada spesialisasi upaya dan bakat demi keuntungan bersama. Selanjutnya spesialisasi mendorong inovasi. Inovasi dalam banyak kasus melahirkan dan sekaligus menghajatkan investasi.

Makin terdiversifikasi manusia sebagai konsumen dan terspesialisasi sebagai produsen, dan semakin banyak yang dapat dipertukarkan, maka semakin baik pula keadaan manusia.

Dan semakin banyak orang yang terlibat dalam pembagian kerja global, maka semakin besar spesialisasi dan pertukaran yang terjadi, dan pada akhirnya manusia semakin kaya dan makmur.

Di sisi lain, Ridley menjelaskan lebih lanjut bahwa di masa yang akan datang sangat mungkin manusia lebih dari sanggup mengatasi berbagai persoalan yang punya kerumitan sendiri semisal krisis ekonomi, ledakan penduduk yang tak terkendali, terorisme, perubahan iklim, HIV-AIDS, kemiskinan, obesitas, depresi, dan lainnya. Ini tentu tidak mudah. Namun nanti, mungkin pada 2120 atau lebih dekat dari itu kita, umat manusia akan jauh lebih baik keadaanya dibanding saat ini. Begitu juga yang berekenaan dengan ekologi planet yang dihuninya.

HARI INI YANG LEBIH BAIK
Buku ini menyajikan argumen yang kuat tentang optimisme dalam konteks perkembangan manusia dan kemajuan ekonomi. Ridley mengajukan pandangan bahwa meskipun tantangan dan masalah selalu ada, namun manusia secara keseluruhan telah mengalami kemajuan yang signifikan belakangan ini, di mana hal ini tidak pernah tercapai di abad-abad sebelumnya.

Melalui buku ini, Ridley menggambarkan bagaimana kualitas hidup manusia telah meningkat secara signifikan sepanjang sejarah. Ia membahas berbagai persoalan, seperti peningkatan harapan hidup, penurunan angka kematian bayi, akses terhadap pangan, dan perkembangan teknologi yang telah meningkatkan standar hidup.

Pada pertengahan abad ini, penduduk dunia akan berkembang menjadi hampir 10 miliar jiwa. Memang sebagian dari miliaran orang yang mendiami bumi saat ini, bisa jadi lebih parah keadaannya daripada manusia zaman batu. Namun mayoritas dari mereka bisa makan lebih enak dan bergizi, memiliki rumah yang jauh lebih layak, terhibur lebih baik, terlindung dari penyakit lebih baik, serta memiliki angka harapan hidup yang lebih lama daripada leluhurnya. Segala hal yang diinginkan dan dibutuhkan manusia telah naik pesat selama dua ratus tahun belakangan, baik yang berkenaan dengan harapan hidup, air bersih, udara bersih, waktu privasi, cara bepergian yang lebih cepat daripada berlari, hingga cara berkomunikasi yang lebih jauh daripada berteriak.

Hari ini juga ditandai dengan berbagai kemakmuran, semisal banyaknya kalori yang bisa didapat, watt, lumen-jam, meter persegi, gigabyte, megahertz, tahun cahaya, nano meter, kilometer per liter, bushel per hektar, mil udara, dan tentu saja uang yang lebih banyak dibanding leluhur.

Manusia di abad ini juga memiliki lebih banyak Velcro, vitamin, vaksin, sepatu, sinetron, penyanyi, pisau pemotong buah, peluru kendali, raket tenis, dan apa saja yang mungkin mereka butuhkan dan inginkan.

KITA YANG LEBIH KEBAL KANKER
Sejak akhir 1975-an, banyak ahli memperingatkan bahaya zat-zat kimia sintetis sebagai penyebab wabah kanker. Di antara orang tersebut adalah Wilhelem Hueper, kepala bagian riset kanker lingkungan hidup di National Cancer Institute AS. Ia berpendapat bahwa paparan sedikit saja zat kimia sintetis dapat menjadi penyebab utama kanker.

Dalam hal ini Ridley justru berasumsi sebaliknya. Ia mengemukakan satu data penting bahwa jumlah kasus kanker dan angka kematian akibat kanker terus menurun, berkurang kira-kira 16% antara tahun 1950 dan 1997. Dan laju penurunannya semakin cepat sesudah tahun itu. Kanker paru-paru pun ikut berkurang selagi orang semakin mengurangi menghisap rokok.

Pencarian wabah kanker akibat zat kimia sintetis, yang dilakukan dengan penuh semangat oleh banyak saintis sejak 1960-an jelas sia-sia. Pada 1980-an, hasil penelitian 2 ahli epidemologi, Richard Doll dan Ricahrd Peto, menyimpulkan bahwa angka kasus kanker yang disesuaikan dengan usia ternyata menurun. Kanker terutama yang disebabkan oleh asap rokok, infeksi, ketidakseimbangan hormon, dan diet yang tak seimbang, dan bahwa pencemaran zak kimia menyebabkan tak sampai 2% dari seluruh kasus kanker.

CATATAN PENUTUP
Meskipun mendapat pujian karena pendekatannya yang kelewat optimis dan informasi yang menarik, buku ini juga telah mendapat berbagai kritik karena pandangan kontroversialnya tentang isu lingkungan dan perubahan iklim. Beberapa ilmuwan dan aktivis lingkungan telah mengkritik pandangan Ridley yang dipandang terlalu optimis dan kurang mempertimbangkan dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi tanpa memperhitungkan konsekuensi lingkungan.

Namun lepas dari kritik itu, buku ini memberikan wawasan menarik tentang perjalanan manusia dalam menghadapi tantangan dan menciptakan kemakmuran.

Periode waktu bahasan buku ini maju mundur, ribuan-ratusan- puluhan tahun yang lalu hingga masa satu abad dari sekarang. Banyak data dan fakta diperbandingkan.


Share:

neracabuku.blogspot.com