
Deskripsi Ringkas Buku
The Psychology Of Money adalah karya Morgan Housel. Pertama kali diterbitkan oleh Harriman House Ltd., Great Britain pada tahun 2020. Buku international bestseller ini telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 26 bahasa dunia. Edisi Bahasa Indonesia sendiri diterbitkan oleh BACA, sebuah Penerbit yang berada di bawah naungan PT. Bentara Aksara Cahaya dengan judul yang sama. Jika kita baca keterangan di halaman deskripsi buku, kita tahu bahwa sampul buku edisi Bahasa Indonesia juga tidak banyak berubah. Paling hanya penyesuaian bahasa saja. Sejak Mei 2021 hingga April 2023 edisi Bahasa Indonesianya telah dicetak 66 kali. Sebuah prestasi yang teramat sulit diraih buku karangan Penulis dalam negeri.
Buku setebal 240 ini mendapat apresiasi juga endorse dari berbagai pihak. Salah seorang di antaranya adalah James Clear, penulis buku Atomic Habits. Insyaallah ke depan kita bakalan review buku tersebut. Clear mencatat bahwa “The Psychology Of Money penuh dengan ide-ide menarik dan kesimpulan yang praktis. Bacaan penting bagi siapa saja yang hendak mengelola uang dengan lebih baik. Semua orang wajib memiliki buku ini.”
Hingga cetakan ke 66, pada April 2023, buku yang diterjemahkan oleh Zia Anshor ini dipatok di kisaran harga Rp 85.000. Itu belum termasuk diskon. Jika beruntung Anda bisa mendapatkan potongan harga hingga 20%. Bahkan ada market place yang menjual hanya Rp 19.000. Tapi perlu dicatat, itu pasti buku bajakan. Kualitas cetakannya tidak akan pernah sebaik versi original. Dan ingat, dengan membeli buku bajakan berarti Anda secara tidak sadar mendukung pembajakan.
Tentang Penulis
Morgan Housel merupakan partner dari The Collaborative Fund dan mantan kolumnis di The Motley Fool. Di bidang keuangan ia bukan orang sembarangan. Terbukti dia pernah memperoleh penghargaan Best in Business Award dari Sosiety of American Business Editor and Writers sebanyak dua kali. Di samping memenangi New York Times Sidney Award, ia juga pernah menjadi finalis untuk Gerald Loeb Award sebanyak dua kali.

Kecerdasan Finansial
Sebagaimana buku populer lainnya, The Psychology Of Money ditulis dengan gaya bertutur. Membaca buku ini kita seolah diajak ngobrol bareng dalam satu meja oleh Penulis perihal keungan. Bahasanya mengalir. Enak dibaca. Tidak ada istilah-istilah yang rumit. Dan yang paling penting, Housel menyajikan hal-hal yang membuat kita tersentak. Nyaris tidak pernah kita pikirkan. Sederhana tapi mengena.
Ide-ide besar dalam buku ini tidak jarang diulang pada bab-bab lainnya. Namun ini tidak merusak nilai buku. Dan memang itu bukan sesuatu yang aneh. Bisa jadi gagasan itu dipandang penting sehingga perlu diulang-ulang.
Di antara gagasan penting yang dikemukakan Penulis, seperti tampak pada kata pengantar buku adalah mengelola uang dengan baik dan benar tidak memiliki korelasi dengan kecerdasan formal tertentu yang dimiliki seseorang. Dalam banyak kasus, kecakapan ini lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku seseorang. Namun ini masalahnya, perilaku sangat sulit diajarkan, bahkan kepada orang-orang dengan predikat sangat cerdas sekalipun. Artinya, seorang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata sangat mungkin kehilangan kendali atas emosinya sehingga hal itu dapat menjerumuskannya ke bencana keuangan. Sebaliknya, orang biasa atau awwam tanpa pendidikan finansial yang memadai sangat mungkin menjadi orang kaya raya jika mereka memiliki sejumlah keahlian terkait perilaku yang tidak ada hubungannya dengan ukuran kecerdasan finansial tertentu.
Perilaku positif yang ditekankan oleh Housel di antaranya adalah menabung dan menabung. Sedikit demi sedikit. Sen demi sen. Tidak peduli seberapa kecil penghasilan seseorang. Ia harus memaksa diri menabung. Titik. Sesederhana itu teorinya. Karenanya, menabung bukan konsekuensi langsung dari penghasilan yang besar yang hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang dengan pendapatan tertentu. Siapapun bisa menabung. Menabung adalah sikap hidup.
Baca juga: Ulasan Atomic Habits
Pada sisi lain, seseorang harus juga menghindari perilaku negatif yang menjangkiti mayoritas orang dengan tingkat penghasilan di atas rata-rata, yakni konsumif. Terlebih lagi dengan maksud flexing. Sekedar pamer.
Rich Versus Wealth
Penekanan pada penciptaan kebiasaan menabung dan menghindari kebiasaan konsumtif erat kaitannya dengan gagasan mengenai kaya (rich) dan kekayaan (wealth). Konsep ini harus dipahami dengan baik. Salah dalam memahami kedua konsep tersebut berakibat vatal. Keputusan-keputusan yang buruk mengenai pengelolaan keuangan pada umumnya diakibatkan oleh kesalahan dalam memahami kedua konsep tersebut.
Kaya (rich) merujuk ke pendapatan sekarang dan belanja saat ini. Kaya tampak pada mobil mewah yang dimiliki, rumah gedong yang ditempati, pelesir mengelilingi dunia, out fit branded yang dikenakan, smart phone mewah berharga fantastis, dan semua belanja saat ini yang cenderung flexing.
Sementara kekayaan (wealth) adalah kebalikan dari kaya (rich). Ia tersembunyi. Tidak tampak. Persis seperti harta karun, kekayaan adalah pendapatan yang tidak dibelanjakan. Kekayaan adalah pilihan-pilihan yang belum diambil untuk membeli sesuatu kelak di masa yang akan datang. Kekayaan adalah kenikmatan-kenikmatan yang ditunda saat ini demi masa yang akan datang yang tidak menentu. Jadi, kekayaan (wealth) adalah mobil mewah yang tidak dikendarai, rumah gedong yang tidak ditempati, pelesir mengelilingi dunia yang tidak dilakukan, out fit branded yang tidak dikenakan, smart phone mewah berharga fantastis yang tidak dibeli, dan sebagainya.
Titik tekannya terletak pada penciptaan perilaku menabung dan menghindari budaya konsumtif yang cenderung flexing.

Kebahagiaan Finansial
Kebahagiaan finansial memiliki korelasi yang erat dengan kemerdekaan atau kemandirian finansial. Bahkan kebahagiaan finansial bisa jadi merupakan kemerdekaan finansial itu sendiri. Karenanya, Housel menegaskan bahwa bentuk kekayaan tertinggi adalah kemampuan bangun pada suatu pagi dan berkata, “Saya bisa melakukan apa saja yang saya inginkan pagi ini.” Artinya, tidak ada sesuatu yang mengikat secara formal sehingga mencederai kemerdekaan.
Kemampuan berbuat apa saja yang diinginkan, kapan saja, di mana saja, dengan siapa saja yang diinginkan, selama itu bisa kita lakukan, sungguh tak ternilai harganya. Inilah dividen tertinggi yang dapat diberikan uang. Inilah kebahagiaan universal itu, bahwa orang ingin memegang kendali atas hidupnya dan bukan berada di bawah pengendalian orang lain.

Jangan Sepelekan Momentum
Pada tahun 2006, dua pakar ekonomi dari National Bureau of Economic Research, Ulrike Malmendier dan Stefan Nagel menggali data 50 tahun yang dimiliki Survey of Consumer Finance. Fokus kajiannya pada apa yang orang-orang Amerika lakukan dengan uang mereka.
Secara teoritis, setiap individu diasumsikan membuat keputusan investasi yang didasarkan pada tujuan dan ciri-ciri pilihan investasi yang tersedia bagi mereka saat itu. Dalam arti ada hitungan matematisnya. Ada tujuan-tujuan khusus yang ditarget.
Namun faktanya, bukan itu yang terjadi. Keputusan investasi orang sepanjang hidupnya ternyata berkaitan erat dengan pengalaman para investor di generasinya, utamanya pengalaman pada awal masa dewasa. Artinya, momentum punya peran penting. Kecerdasan, pendidikan, akses, dan kecanggihan membaca pasar hampir pasti tidak punya peran signifikan. Dalam banyak kasus, faktor nasib serta di mana dan kapan seseorang lahir sangat mungkin menjadi faktor utama kesuksesan finansial. Tentu saja resep ini juga berlaku pada bidang-bidang lainnya.
Pada 2019 Financial Times berkesempatan mewawancarai Bill Gross, seorang manajer obligasi kawakan. Financial Times mencatat pengakuan Gross yang mengejutkan bahwa dia barangkali tidak akan pernah berada pada posisi puncak seperti saat ini andai saja dia dilahirkan satu dasawarsa lebih awal atau lebih belakangan. Karir Gross bersamaan dengan kejatuhan suku bunga selama satu generasi lebih yang mendorong nilai obligasi. Hal ini bukan hanya mempengaruhi kesempatan yang didapatkan, melainkan juga mempengaruhi apa yang dipikirkan mengenai kesempatan itu saat hadir di depan mata. Bagi Gross, obligasi merupakan mesin pembuat kekayaan. Berbeda dengan generasi ayahnya yang tumbuh bersama inflasi yang membumbung tinggi, di mana obligasi justru dipandang sebagai alat pembakar kekayaan.
Kisah Bill Gates adalah kisah lainnya tentang betapa momentum itu punya andil besar. Lepas dari kerja keras dan ketekunannya, kesuksesannya membangun Microsoft tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa ia bersekolah di Lakeside School, salah satu dari segelintir SMA yang secara kebetulan memiliki komputer. Di SMA itulah bersama Paul Allen ia dengan bebas menyalurkan kreativitasnya untuk mengotak-atik komputer tersebut hingga larut malam. Hanya dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka berdua menjadi ahli kompoter. Kelak Gates mengakui keberuntungannya, “Jika saja tidak ada Lakeside School, tak bakalan ada Microsoft.”
Keberuntungan dan risiko merupakan dua realitas yang menjelaskan bahwa tiap-tiap hasil dalam hidup dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan selain upaya serius individual. Keduanya sangatlah mirip sehingga kita tidak bisa mempercayai salah satunya tanpa menghormati yang lainnya. Keduanya terjadi karena dunia sangat kompleks untuk mengabulkan 100% perbuatan kita pasti akan menentukan 100% hasil. Keduanya didorong oleh satu hal yang sama bahwa kita merupakan satu orang dalam suatu permainan yang melibatkan miliaran orang lainnya dan banyak sekali bagian yang bergerak dinamis. Dampak tindakan kebetulan di luar kendali kita bisa saja lebih dominan daripada tindakan sengaja yang kita lakukan.
Baca juga: Rahasia kaya yang harus Anda ketahui
Jika Anda merasa ulasan ini penting, silakan bagikan ke orang-orang yang Anda sayangi. Jangan lupa berikan komentar terbaikmu.
Salam Literasi....
Reviewer: Rusdan, bukan siapa-siapa
0 comments:
Posting Komentar