Senin, 31 Juli 2023

KE MANA REVOLUSI INDUSTRI 5.0 MEMBAWA KITA?



Kini kita telah memasuki era revolusi teknologi yang menghentak. Segalanya berubah begitu cepat. Apa yang kita pikir mustahil lima enam tahun yang lalu kini menjadi hal yang lumrah. Apa yang terasa sulit lima enam tahun yang lalu kini terasa mudah. Mungkin juga berlaku sebaliknya. Semua sendi kehidupan kita berubah. Kebiasaan-kebiasaan kita berubah. Cara pandang kita terhadap diri dan selain diri kita berubah. Motivasi dan orientasi hidup kita juga ikutan berubah atau setidak-tidaknya menyesuaikan diri dengan kondisi. Begitu cepat dan masifnya perubahan-perubahan itu sampai-sampai sebagian kita merasa tidak relevan lagi.

CRYPTO CURRENCY

Sepuluh lima belas tahun yang lalu, kita hanya mengenal dua jenis mata uang, kertas dan logam. Jika ada bentuk lainnya pasti terkait dan tidak dapat dilepaskan dari keduanya. Uang digital misalnya, ia selalu terkait dengan dua jenis mata uang tersebut. Kita juga tahu bahwa kedua jenis mata uang tersebut diterbitkan, diedarkan, dan dikontrol secara terpusat oleh lembaga resmi negara. Swasta tidak diberikan ruang.

Namun di era revolusi industri 50. 0, sistem keuangan melahirkan revulusi blockchain, kita mengenal bentuk dan jenis mata uang lainnya. Kita menyebutnya dengan mata uang kripto (crypto currency). Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH) dan Dogecoin adalah contoh mata uang jenis ini.

Mata uang kripto sebetulnya adalah aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai media pertukaran menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan berbagai transaksi keuangan, mengontrol penciptaan unit tambahan, sekaligus memverifikasi transfer aset itu sendiri.

Sejauh ini, peredaran mata uang kripto tidak dikendalikan oleh suatu lembaga bank atau perusahaan tertentu, namun dengan server yang terpencar. Dengan begitu, sifat mata uang kripto adalah desentralisasi yang berarti tidak ada satu pun pihak yang menjadi perantara saat transaksi dilakukan. Ini sisi unik yang membedakannya dengan uang konvensional.

Mata uang kripto tidak berbentuk fisik seperti uang kertas atau logam dan letaknya ada di jejaring internet. Mata uang kripto disimpan dalam sebuah jaringan yang disebut jaringan blockchain. Blockchain bagi uang kripto adalah sistem yang mengatur dan mengelola data transaksi mata uang digital yang tidak dikelola oleh pihak ketiga seperti bank. Yang mengelolanya adalah penggunanya sendiri.

Baca juga: Seberapa Penting Memiliki Perpustakaan Keluarga


 

PERUBAHAN PARADIGMA VALUASI ASET

Era revolusi industri 5.0 ini juga ditandai dengan perubahan paradigma terhadap valuasi aset (asset valuation). Valuasi aset korporasi tidak hanya diukur dari seberapa banyak aset riel yang dimiliki. Dalam banyak kasus ia ditentukan oleh jejaring informasi yang dibentuk. Dan itu bisa saja tampak pada sebuah Apps yang dikembangkan. Pihak-pihak yang terlibat dalam jejaring tersebut sangat mungkin tidak saling kenal. Namun yang pasti mereka diikat oleh satu sistem yang sama. Konfigurasinya bisa jadi sangat dinamis.

GOTO, Perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia bisa kita jadikan contoh tentang perubahan dalam mengukur valuasi aset korporasi. Merujuk pada laporan keuangan per September 2022 saja, perusahaan ini memiliki total aset Rp 154,79 triliun. Nilai ini terdiri atas aset lancar sejumlah Rp 35,45 triliun dan aset tidak lancar mencapai Rp 119,33 triliun. Ini belum termasuk aset tak berwujud atau sering diistilahkan dengan goodwill yang mencapai Rp 93,83 triliun. GOTO yang kita tahu hanyalah sebuah Apps dengan aset riel yang kecil. Aset GOTO terletak pada ekosistem yang dibangun, semisal pengguna aktif yang berjumlah 55 jutaan orang, 9.287 karyawan, dan tak terkecuali Apps itu sendiri.

Bandingkan misalnya dengan PT PLN (Persero), perusahaan plat merah yang menjangkau sebagian besar Indonesia, beroperasi puluhan tahun, dan bisa dikatakan menjadi satu-satunya pemain di kelasnya. Ternyata total aset yang dimilikinya dibawah GOTO, kisarannya paling Rp 100-an triliun.

Bandingkan juga dengan Bluebird. Hingga kuartal pertama 2023, total asetnya baru mencapai angka Rp 7,05 triliun jauh dibawah aset GOTO. Padahal Bluebird beroperasi di 18 kota besar di Indonesia, didukung oleh 20 ribuan armada, 23 ribuan karyawan dan 54 depo yang tersebar secara nasional.
 

Baca juga: Menguak Pesona Polymath Muslim


BAGAIMANA DENGAN KEBUTUHAN DASAR KITA?
Sejauh ini, hingga memasuki era revolusi industri 5.0, belum ada kesepakatan mengenai definisi dan batasan kebutuhan dasar manusia. Biasanya kita mengaggap terpenuhinya sandang, pangan, dan papan sebagai kebutuhan dasar manusia. Selebihnya adalah kemewahan. Dari sudut pandang biologis murni, setiap individu membutuhkan 1.500-2.500 kalori setiap harinya. Lebih dari itu termasuk kemewahan.

Di atas kemiskinan biologis itu, setiap kebudayaan dalam rentang sejarah telah menetapkan beberapa jenis kebutuhan lain ke dalam kebutuhan dasar manusia. Di Eropa abad pertengahan misalnya, akses ke Gereja dipandang lebih penting daripada makanan. Ini karena gereja mengurus jiwa yang abadi, alih-alih raga yang fana. Saat ini telah terjadi perubahan cara pandang akan kebutuhan dasar itu. Pendidikan dan layanan kesehatan yang layak dipandang sebagai kebutuhan dasar manusia.

Sementara merujuk pada teori hirarki kebutuhan yang digagas Abraham Maslow, setiap orang diasumsikan memiliki lima kebutuhan dasar yang membentuk hirarki, mulai dari tingkat yang paling bawah hingga tingkat paling atas, yakni mulai dari kebutuhan fisiologis (physiological needs), rasa aman (safety/security needs), sosial (social needs), harga diri (esteem needs), hingga kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs).

Maslow menegaskan satu hipotesis penting bahwa setelah seseorang memuaskan kebutuhan pada tingkatan yang paling bawah, maka secara otomatis orang tersebut akan berupaya memuaskan kebutuhan pada tingkatan yang lebih tinggi. Namun jika pada tingkat tertinggi kebutuhan dasar tersebut ternyata tidak terpuaskan, maka orang dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang lebih rendah sebelumnya. Begitu seterusnya.

Lebih lanjut, Maslow mencatat bahwa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yang saling terkait, yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) di satu sisi dan motivasi perkembangan (growth motivation) di sisi lainnya. Motivasi kekurangan (deficiency motivation) bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sementara motivasi pertumbuhan (growth motivation) didasarkan pada kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan alami dari setiap manusia.

Kebutuhan dasar adalah hal yang mesti terlebih dahulu dipenuhi agar manusia dapat bertahan hidup dan sekaligus melanjutkan hidupnya. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar dan sifatnya primordial. Kebutuhan jenis ini mencakup kebutuhan makan, minum, tidur, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.

Di atas kebutuhan fisiologis ada kebutuhan akan rasa aman. Untuk melangkah ke tingkatan selanjutnya, setiap individu harus memenuhi kebutuhan pada tingkatan ini. Maslow menguraikan bahwa kebutuhan akan rasa aman meliputi rasa aman, baik secara fisik terlebih lagi secara emosional. Kebutuhan pada tingkatan ini sangat bergantung pada rentang usia individu tersebut.

Kebutuhan dasar manusia berikutnya adalah kebutuhan sosial. Yang masuk dalam kategori ini adalah rasa cinta, kasih sayang, serta hak kepemilikan. Di tingkat kebutuhan ini, seorang individu mutlak membutuhkan cinta, kasih sayang, dan memiliki hak kepemilikan terhadap suatu hal. Kecuali itu, seorang individu bisa juga mendapatkan kebutuhan pada tingkatan ini dengan jalan menjalin persahabatan dengan individu lainnya, membentuk ikatan keluarga, bersosialisasi dengan suatu kelompok tertentu, beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan termasuk juga dengan melebur diri dalam suatu lingkungan masyarakat.

Berikutnya adalah kebutuhan mendapatkan penghargaan. Bagi Maslow penghargaan itu ialah harga diri itu sendiri. Dalam ranah ini, setiap individu berhak mendapatkan harga diri mereka masing masing sebagaimana orang-orang pada umumnya. Harga diri dapat saja berasal dari diri sendiri maupun orang lain. Dalam catatan Maslow, harga diri dibagi menjadi dua bagian integratif, yakni bentuk menghargai diri sendiri dan bentuk penghargaan yang diperoleh dari orang lain.

Kebutuhan yang paling akhir sekaligus yang paling tinggi adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Kebutuhan ini hanya dapat diraih apabila seorang individu berhasil memenuhi keempat kebutuhan dasar sebelumnya. Aktualisasi diri dapat dimaknai sebagai wujud sesungguhnya yang mencerminkan harapan serta keinginan seorang individu terhadap dirinya sendiri. Dalam pandangan Maslow, kebutuhan akan aktualisasi diri ini berperan signifikan sebagai kebutuhan seorang individu untuk memutuskan keinginan mereka sendiri.

Sepanjang hayatnya setiap individu pasti membutuhkan kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mungkin terjadi pergeseran di sana sini. Saat ini, akses internet menjadi kebutuhan dasar manusia mengalahkan kebutuhan dasar lainnya. Orang akan merasa aman dan nyaman meski tidak memiliki beras pada suatu hari, namun justru ia akan merasa kurang nyaman jika sehari saja tanpa akses internet. Orang bisa saja bersedia melakukan perjalanan walau tanpa membawa dompet yang penuh berisi uang, namun ia akan merasa resah dan kehilangan jika terlupa membawa gawai cerdasnya.

Di masa sebelumnya, kebutuhan dasar yang berkenaan dengan pendidikan terbatas pada keterampilan membaca dan menulis. Saat ini, kebutuhan itu bisa bertambah menjadi kemampuan menulis kode komputer, membuat konten You Yube, Tik Tok, mengoperasikan kamera digital, dan sebagainya.

Di bidang kesehatan, kebutuhan dasar juga bisa bergeser dari sekedar mendapatkan layanan kesehatan yang layak ke bentuk layanan yang lebih tinggi semisal operasi plastik atau bentuk-bentuk rekayasa biologis yang lebih canggih lainnya.




KITA HIDUP DI PERTEMUAN DUA REVOLUSI AKBAR
Pada masa revolusi industri 5.0 ini, secara spesifik kita berada pada pertemuan dua revolusi akbar yang mencengangkan, yakni revolusi teknologi informasi dan bioteknologi. Di satu sisi, para ahli biologi berupaya mengungkap misteri tubuh kita, khususnya otak dan perasaan kita. Dan pada waktu bersamaan, ahli-ahli komputer memberi kita daya pengolahan data yang belum pernah ada sebelumnya.

Saat revolusi bioteknologi berpadu dengan revolusi teknologi informasi, maka perpaduan itu akan menghasilkan algoritma mahadata yang dapat memantau dan memahami perasaan kita, yang harus kita terima, ternyata lebih baik daripada kita sendiri. Oleh karenanya, otoritas sangat mungkin akan bergeser dari manusia ke komputer.

Di bidang kedokteran ini sudah terjadi, di mana keputusan-keputusan medis paling penting dalam hidup kita tidak lagi didasarkan pada rasa sakit atau sehat atau bahkan diagnosa dokter, melainkan pada perhitungan komputer yang memahami tubuh kita lebih baik daripada kita sendiri. Dalam beberapa dasawarsa ke depan, algoritma mahadata yang menerima aliran data biometrik terus-menerus dapat memantau kesehatan kita sepanjang 24 jam dalam seminggu. Algoritma dapat mendeteksi sejak dini awal penyakit influenza, kanker, atau alzheimer jauh sebelum kita merasa ada yang yang salah dengan tubuh kita. Berikutnya, algoritma dapat menyarankan penanganan yang tepat, diet dan rutinitas harian yang disesuaikan dengan fisik, DNA, dan kepribadian kita yang unik.

Bahkan lebih dari itu, revolusi ganda di bidang teknologi informasi dan bioteknologi dapat merombak tidak hanya ekonomi dan masyarakat, melainkan juga jiwa dan raga kita. Di masa sebelumnya, manusia telah mempelajari secara seksama bagaimana mengendalikan dunia di luar dirinya, namun sedikit sekali yang memiliki kendali atas dunia di dalam dirinya sendiri. Sejauh ini kita tahu bagaimana membangun gedung pencakar langit atau membendung aliran sungai, akan tetapi kita tidak tahu bagaimana menghentikan penuaan pada tubuh kita. Kta tahu bagaimana merancang sistem irigasi, tetapi kita malah tidak tahu bagaimana merancang otak. Jika sesekor nyamuk mengganggu tidur kita misalnya, kita tahu bagaimana membunuh nyamuk itu. Namun anehnya saat kita tidak bisa tidur karena pikiran, kita justru tidak tahu bagaimana menghentikan pikiran itu.

Dan kini, selangkah lagi, revolusi di bidang bioteknologi dan teknologi informasi akan memberikan kita kendali, meski belum sepenuhnya, atas dunia di dalam diri kita sendiri sekaligus memungkinkan kita untuk merekayasa dan memfabrikasi kehidupan. Kita akan belajar bagaimana merancang otak, memperpanjang usia, dan membunuh pemikiran semau kita.

Di masa yang akan datang, bioteknologi dan teknologi informasi akan memberi kita kemampuan untuk memanipulasi dunia di dalam diri kita dan sekaligus membentuk kembali diri kita. Namun, karena kita tidak memahami dengan baik kompleksitas pikiran kita sendiri, perubahan yang kita buat boleh jadi justru akan mengacaukan sistem mental kita sedemikian rupa sehingga pikiran kita juga tidak dapat berfungsi lagi. Ini problem peliknya.

ARTIFICIAL INTELLIGENCE VERSUS KECERDASAN MANUSIA

Tantangan lain yang dihadapi manusia pada era revolusi industri 5.0 berikutnya adalah bersaing dengan mesin dalam memperebutkan lapangan kerja. Mesin sebetulnya bukan barang baru. Ia sudah hadir meringankan berbagai beban pekerjaan manusia. Mesin mengambil beberapa pekerjaan berat yang relatif sulit dikerjakan manusia. Namun ke depan mesin akan bekerja jauh berbeda dengan masa sebelumnya.

Selama ini, terutama sejak awal revolusi industri, untuk setiap pekerjaan yang hilang karena kehadiran mesin, setidaknya tercipta minimal satu pekerjaan baru. Dan ini berdampak pada standar hidup rata-rata yang meningkat secara dramatis. Namun, ada juga alasan-alasan yang masuk akal yang menunjukkan fakta lain bahwa kali ini situasinya berbeda jauh, dan pembelajaran mesin akan benar-benar menjadi pengubah peta permainan.

Para ahli telah memetakan dua tipe kemampuan unik yang dimiliki manusia, yakni fisik dan kognitif. Di masa sebelumnya, mesin bersaing dengan manusia semata-mata dalam hal kemampuan fisik. Sedang dalam hal kognisi manusia tetap lebih unggul daripada mesin. Itu sebabnya, selagi pekerjaan kasar di bidang pertanian dan industri diautomatisasi, maka dengan sendirinya akan muncul pekerjaan dan jasa baru yang membutuhkan jenis kemampuan kognitif yang hanya dimiliki oleh manusia berupa: mempelajari, menganalisis, mengomunikasikan, dan tentu saja yang paling unggul adalah memahami emosi manusia. Namun saat ini, kecerdasan buatan (artificial intelligence) mulai melampaui manusia dalam beragam keahlian, termasuk dalam memahami emosi manusia. Kita tidak tahu apakah ada bidang kegiatan ketiga, selain fisik dan kognisi, di mana manusia akan selalu memiliki keunggulan yang pasti atas mesin.

Perlu digarisbawahi bahwa revolusi kecerdasan buatan bukan sekedar komputer lebih cepat dan pintar. Revolusi itu digerakkan oleh terobosan-terobosan dalam ilmu hayati dan juga ilmu sosial. Semakin baik kita memahami mekanisme biokimia yang mendasari emosi, hasrat, dan pilihan manusia, maka semakin baik pula komputer dalam menganalisis perilaku manusia, memprediksi keputusan manusia, serta menggantikan pengemudi, bankir, dan pengacara.

Satu catatan menarik bahwa segala pilihan kita, mulai dari urusan makanan sampai pasangan, konon bukanlah hasil dari kehendak bebas yang misterius, melainkan hasil dari miliaran sel-sel saraf yang menghitung probabilitas dalam sekejap. Intuisi manusia sebetulnya merupakan pengenalan pola-pola tertentu. Sopir, bankir, dan pengacara hebat tidak memiliki intuisi ajaib mengenai lalu lintas, investasi, atau negosiasi. Dengan mengenali pola-pola berulang, mereka melihat dan mencoba menghindari pejalan kaki yang ceroboh, peminjam uang yang payah, dan penipu yang licik. Faktanya, algoritma biokimia otak kita juga jauh dari kata sempurna. Apa yang kita andalkan sebetulnya adalah heuristik, jalan pintas, dan sirkuit kadaluarsa yang beradaptasi dengan berbagai keadaan.

Jadi, bila emosi dan hasrat hanyalah algoritma biokimia, maka tidak ada alasan bagi komputer untuk tidak mengetahui rahasia algoritmanya, untuk selanjutnya melakukannya jauh lebih baik daripada manusia.

Sopir yang memperkirakan pergerakan pejalan kaki, bankir yang mengukur kredibilitas calon debitur, dan pengacara yang menebak suasana di meja perundingan, mereka sama sekali tidak mengandalkan sihir. Tanpa mereka sadari, sebetulnya otak mereka mengenali pola-pola biokimia dengan menganalisis ekspresi wajah, nada suara, gerak tangan, bahkan bau badan. Kecerdasan buatan yang dilengkapi sensor-sensor yang tepat dapat melakukan semua itu jauh lebih akurat dan andal daripada manusia.

Kecerdasan buatan bukan hanya siap meretas manusia dan mengalahkannya dalam hal-hal yang sebelumnya dianggap sebagai keahlian khas manusia. Kecerdasan buatan juga memiliki kemampuan khas yang bersifat non-manusia; yang kemudian membuat perbedaan yang mencolok antara kecerdasan buatan dan kerja manusia adaah soal jenisnya, bukan semata-mata kadarnya. Dua kemampuan penting non-manusia yang dimiliki oleh kecerdasan buatan adalah konektivitas dan kemampuan memperbaharui.

Karena bersifat individual, sulit untuk menghubungkan antara satu manusia dengan yang lainnya sembari memastikan bahwa semuanya tahu keadaan terkini. Sementara itu, komputer bukanlah individu dan karenanya lebih mudah mengintegrasikannya ke dalam satu jaringan yang fleksibel. Jadi, yang kita hadapi bukanlah penggantian jutaan individu pekerja manusia oleh jutaan individu robot dan komputer. Individu-individu manusia sangat mungkin digantikan oleh satu jaringan yang terintegrasi. Karenanya, ketika mempertimbangkan automasi, sangat keliru bila kita justru membandingkan kemampuan seorang supir dengan satu mobil swakemudi (self driving car) atau seorang dokter manusia dengan satu dokter kecerdasan buatan. Kita justru harus membandingkan kemampuan sekumpulan individu manusia dan kemampuan satu jaringan yang terintegrasi.



APAKAH MANUSIA AKAN SEGERA KEHILANGAN PEKERJAAN?

Meski banyak pekerjaan tradisional dalam segala bidang, mulai dari bidang seni hingga layanan kesehatan akan hilang tidak lama lagi. Namun kabar baiknya, semua itu akan segera diimbangi dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru bagi manusia. Dokter umum yang memusatkan perhatiannya dalam mendiagnosis penyakit umum dan memberi penanganan standar barangkali akan tergantikan oleh dokter kecerdasan buatan. Namun justru, karena itulah, akan jauh lebih banyak uang yang dibutuhkan untuk membayar dokter manusia dan asisten laboratorium untuk melakukan riset dan mengembangkan obat atau prosedur bedah baru.

Kecerdasan buatan boleh jadi membantu menciptakan pekerjaan baru untuk manusia dengan cara lain. Alih-alih bersaing dengan kecerdasan buatan, manusia bisa lebih fokus dalam membantu dan meningkatkan kecerdasan buatan. Namun, masalahnya, semua pekerjaan baru tersebut menuntut keahlian yang tinggi dan karenanya tidak akan menyelesaikan masalah pengangguran pada semua kondisi. Tenaga kerja tanpa keahlian akan hilang dengan sendirinya.

Disarikan dari beberapa bab Buku 21 Lessons for the 21st Century karya Yuval Noah Harari.


Share:

0 comments:

Posting Komentar

neracabuku.blogspot.com